Mulyadhi Kartanegara
Dalam kehidupan mistik, tidak jarang kita temukan simbolisme cahaya. Bahkan dalam mistik Jawa (Kejawen) sering kita dengar adanya orang yang mendapat “wangsit” yang digambarkan sebagai kejatuhan cahaya dari langit. Sementara itu Nabi kita Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa ilmu itu adalah cahaya. Maka timbullah di sini pertanyaan, adakah korelasi antara ilmu dan cahaya tersebut?
Bagi saya korelasi itu cukup jelas. Pada hakikatnya orang yang mengatakan “kejatuhan cahaya” tidak ubahnya dengan orang yang mendapatkan ilmu dari “langit.” Orang yang mendapatkan “wangsit” tidak ubahnya seperti mereka yang mendapat ilham, hidayah atau ilmu pengetahuan. Memang dalam kehidupan mistik cahaya itu bias mnegambil bentuk fisik, sehingga dikatakan bahwa rumah dari orang yang mendapatkannya terlihat terang benderang walaupun tidak dipasang lampu apapun. Atau wajah orang tersebut digambarkan sebagai bercahaya atau memancarkan cahaya. Tetapi diartikan secara simbolik, cahaya itu tidak akan berkurang maknanya. Mengapa? Karena sesungguhnya karakter dari ilmu daan cahaya itu tidaklah jauh berbeda.
Cahaya mempunyai karakteristik “terang pada dirinya” dan “dapat menjadikan yang lain terang atau Nampak.” Di malam hari, dunia begitu gelap gulita, dan kitapun tak dapat melihat benda apapun, seakaan mereka tersembunyi. Namun kemunculan matahari akan menyebabkan kegelapan malam itu sirna, dan duniapun berubah menjadi terang benderang. Matahari adalah cahaya yang pada dirinya “telah terang dan dapat menyebabkan yang lain terang,” perti jelas pada kasus bulan, dan telah menyebabkan benda-benda yang tersebunyi di permukaan bumi, yang pada dirinya adalah gelap, tiba-tiba terlihat sangat jelas dan terang. Maka demikian jugalah karakter sebuah ilmu. Ilmu pada hakikatnya adalah cahaya, seperti sabda Sang Nabi. Dan sebagai cahaya, maka ilmu terang pada dirinya, dan bias menjadikan hal-hal lain yang masih remang-remang atau tersembunyi dalam gelapnya kebodohan, menjadi jelas dan terang. Misalnya bagi orang yang tidak tahu jalan kea rah Blok M, maka baginya jalan itu akan terasa panjang dan gelap sekalipun hari saat itu terang adalah siang hari. Tetapi begitu ia diberi tahu, baik oleh orang atau setelah melihat peta, maka seperti orang mendapatkan lentera, tiba-tiba informasi tersebut telah membuat jalan ke blok M tadi tiba-tiba terang dan tidak menjadi problem lagi (Bersambung)
Kalau tadi kita bicara ilmu yang bersifat fisik, maka hal yang serupa jugabisa diterapkan pada ilmu-ilmu yang lebih dalam dan batiniah. Ada syair Arab yang mengatakan: “Barangsiapa beramal tidak dengan ilmu, maka ilmunya akan tertolak dan tidak diterima.” Artinya tidak akan memberi hasil yang diharapkan. Dan hal ini bisa diterapkan pada ilmu apapun, baik di bidang ilmu pertanian, bisnis bahkan ibadah dan mujahadah. Melakukan itu semua tanpa mengetahui ilmunya, ibarat bekerja di tempat gelap dan bisa dibayangkan apa hasilnya. Al-Qur’an juga memberi tamsil bagi orang yang tidak berilmu sebagai orang buta, dan secara retorik bertanya, “Adakah sama orang yang buta dengan yang melek?” jawabnya jelas tidak.
Dalam dunia mistik, ilmu yang disebut makrifat sering dikaitkan dengan simbolisme cahaya, yang disebut illuminasi atau pencahayaan. Kadang illuminasi dari langit itu dating cepat dan mudah, tapi kadang lama dan susah. Imam al-Ghazali sendiri dikatakan membutuhkan waktu lebih dari sepuluh tahun untuk mendapatkan illuminasi tersebut. Sebelum mendapatkan illuminasi atau pencahayaan itu, Al-Ghazali digambarkan penuh dengan kesangsian (skeptisisme atau syakk) yang menggambarkan ketemaraman atau bahkan kegelapan hatinya.
Tetapi sekali uiluminasi, atau disebut juga penyingkapan (mukasyafah) disibakkan ke dalam hatinya, tiba-tiba semua menjadi terang benderang bagi dirinya. Ketidaktahuan dan kesangsian yang selama ini menggelayuti pikiran dan hatinya, juga hilang seketika. Manakala jalan menuju kebenaran terbentang luas dan terang di hadapannya, cahaya terang yang diperolehnya membuat terang hatinya, sehingga beliau mampu menerangkan, melalui karya-karyanya, banyak sekali hati-hati dan pikiran-pikiran orang lain, bahkan setalah beratus tahun ia meninggalkan dunia yang fana ini.
Jadi bukan hanya terang pada dirinya, ilmu juga bisa menerangi orang-orang lain, sebuah karakter yang persis sama dengan yang dimiliki oleh cahaya. Dengan ini saya berharap telah menjadi jelas dalam benak kita apa dan bagaimana korelasi yang ada antara ilmu dan cahaya, dank arena itu tulisan ini akan saya cukupkan sampai di sini.[]
Makna selalu tersembunyi dalam bentuk. Selama kita memuja bentuk, makna akan selalu tersembunyi. Rumi pernah berkata, sampai kapan anda akan memuja bentuk, cari makna yang tersembunyi di dalamnya. Kendi adalah bentuk, sedangkan air adalah maknanya. Makna tentu saja punya titik sentral, tapi perlu cara untuk menemukannya. Kata ada bukan untuk dirinya, ia ada kareana dan untuk makna.
Sebenarnya indera, akal dan hati adalah anugerah Allah yang besar kepada manusia. Dengan indera manuisa bisa menciptakan sains, dengan akal filsafat dan dengan hati tasawuf. Tapi masing-masing alat atau sumber ilmu tersebut, memiliki lahannya masing-masing. Di batas terakhir indera, bertengger akal, dan di batas akhir akal bertengger hati. Di wilayah hati akal sering dibuat bingung. Mawlana Rumi pernah berkata, misalnya, ketika akal ditanya tentang hakikat cinta, maka ia akan tersungkur seperti keledai ke dalam lumpur.!
Dalam surat al-Nur telah dijelaskan, bahwa cahaya yang paling rendah adalah misykat, dan itu merujuk pada cahaya inderawi (mahsusat). Cahaya yang lebih patut disebut cahaya kata al-Ghazali adalah cahaya lampu (mishbah), yakni intelektual... Tetapi cahaya yang paling terang, yang berkaitan dengan cahaya sejati adalah intuisi, yang dimiliki para nabi, yang dikatakan sudah menyala sekalipun tak tersentuh api. Inilah yang diistilahkan dengan zaitunah. Cahaya intuisi kenabian inilah yang tertinggi sehingga disebut cahaya di atas cahaya (nurun 'ala al-nurin).
Kehadiran Nabi setelah wafatnya, akan diwakili oleh para ulama dan awliya hingga akhir zaman. Rumi pernah berkata, "ketika kebun mawar telah musnah, kemanakan kitabakan mencari semesbak mawar? Jawabnya pada air mawar."
Nabi Muhammad sebagi manusia biasa tidak akan hidup selamanya, tetapi sebagaimana pohon pisang tidak akan mati kecuali akan mewariskan pada anak-analnya misi perjuangannya. Maka dari situ akan tumbuh seribu buah lagi, maka Nabi kita akan mewariskan risalahnya kepada para ulama, karena dikatakan ulama adalah pewaris para Nabi. Dari para ulama dan awliya, akan muncul manusia-manusia sempurna atau insan kamil, yang akan meneruskan risalah dan mewakili kehadiran Nabi hingga akhir zaman.
Nabi. Muhammad yang datang sebgai. Nabi terakhir, adlah bagaikan buah dari sebuah pohon. Buah tidak muncul di akar atau batng, tetapi di ranting setelah cabang. Tapi buah adalah tujuan akhir dari oetani menam pohon. Kalau bukan karena mengharap buah, akankah petani menanam pohon? Tapi neskipun datang terakhir tapi nabi membawa serta di dalamnya unsur-unsur agama sebelumnya, sebagaimna biji dalam buah mengandung semua unsur dari sebuah pohon. Buah adalahbtujuan akhir tumbuhnya sebuah pohon. Sebelum berbuah, maka pohon pisang akan terus tumbuh sekalipun kita tebas pohonnya. Tapi ia akan segera mati setelah menghasilkan buahnya.
Nabi Muhammad sebagai tujuan akhir penciptaan alam. bagi para sufi seperti rumi dan Ibnu arabi, Nabi Muhammad memiliki kedudukan yang luar buasa tingginya, bukan hanya oenutup para nabi dan rasul, terapi tujuan untuk apa alam diciptakan. Bersandar pada hadits Qudsi yang mengatakan "Kalau bukan karena engkau (ya Muhammad) tidak akan Kuciptakan alam semesta" (لولك و لولك ما خلقت الاعلام كلها). Jadi, bukan hanya umat Islam, bahkan seluruh umat manusia dan alam semesta telah berhutang budi keada beliau. Dengan ini juga menandakan bahwa hakikat nabi Muhammad telah ada mendahului dunia. Inilah kebesaran beliau yang perlu kita kenang dan berterima kasih pada Tuhan yang telah menciptakan beliau seperti ini...wallahu a'lam.
Imam Ghazali pernah berkata, cara yang terbaik untuk mencintai nabi adalah dengan membaca dan mempelajari sirah atau riwayat hidup Junjungan Nabi kita Muhammad SAW. Selmat mawulid Nabi, semoga kita semua bisa meneladani beliau selama hidup kita.
Peradaban adalah buah tangan manusia-manusianya. Kalau manusianya berhenti berfikir, berkreasi, mencari kebenaran, maka dengan sendirinya peradabanpun akan padam. Peradaban Islam yang begitu gemilang di masa lalu tak bisa dilepaskan dari kerja keras para sarjana, ilmuan dan ulamanya. Kalau kita ingein mengembalikan lagi peradaban yang hialng bangkaitkan kembali etos keilmuan yang mereka miliki.
Dalam kehidupan mistik, tidak jarang kita temukan simbolisme cahaya. Bahkan dalam mistik Jawa (Kejawen) sering kita dengar adanya orang yang mendapat “wangsit” yang digambarkan sebagai kejatuhan cahaya dari langit. Sementara itu Nabi kita Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa ilmu itu adalah cahaya. Maka timbullah di sini pertanyaan, adakah korelasi antara ilmu dan cahaya tersebut?
Bagi saya korelasi itu cukup jelas. Pada hakikatnya orang yang mengatakan “kejatuhan cahaya” tidak ubahnya dengan orang yang mendapatkan ilmu dari “langit.” Orang yang mendapatkan “wangsit” tidak ubahnya seperti mereka yang mendapat ilham, hidayah atau ilmu pengetahuan. Memang dalam kehidupan mistik cahaya itu bias mnegambil bentuk fisik, sehingga dikatakan bahwa rumah dari orang yang mendapatkannya terlihat terang benderang walaupun tidak dipasang lampu apapun. Atau wajah orang tersebut digambarkan sebagai bercahaya atau memancarkan cahaya. Tetapi diartikan secara simbolik, cahaya itu tidak akan berkurang maknanya. Mengapa? Karena sesungguhnya karakter dari ilmu daan cahaya itu tidaklah jauh berbeda.
Cahaya mempunyai karakteristik “terang pada dirinya” dan “dapat menjadikan yang lain terang atau Nampak.” Di malam hari, dunia begitu gelap gulita, dan kitapun tak dapat melihat benda apapun, seakaan mereka tersembunyi. Namun kemunculan matahari akan menyebabkan kegelapan malam itu sirna, dan duniapun berubah menjadi terang benderang. Matahari adalah cahaya yang pada dirinya “telah terang dan dapat menyebabkan yang lain terang,” perti jelas pada kasus bulan, dan telah menyebabkan benda-benda yang tersebunyi di permukaan bumi, yang pada dirinya adalah gelap, tiba-tiba terlihat sangat jelas dan terang. Maka demikian jugalah karakter sebuah ilmu. Ilmu pada hakikatnya adalah cahaya, seperti sabda Sang Nabi. Dan sebagai cahaya, maka ilmu terang pada dirinya, dan bias menjadikan hal-hal lain yang masih remang-remang atau tersembunyi dalam gelapnya kebodohan, menjadi jelas dan terang. Misalnya bagi orang yang tidak tahu jalan kea rah Blok M, maka baginya jalan itu akan terasa panjang dan gelap sekalipun hari saat itu terang adalah siang hari. Tetapi begitu ia diberi tahu, baik oleh orang atau setelah melihat peta, maka seperti orang mendapatkan lentera, tiba-tiba informasi tersebut telah membuat jalan ke blok M tadi tiba-tiba terang dan tidak menjadi problem lagi (Bersambung)
Kalau tadi kita bicara ilmu yang bersifat fisik, maka hal yang serupa jugabisa diterapkan pada ilmu-ilmu yang lebih dalam dan batiniah. Ada syair Arab yang mengatakan: “Barangsiapa beramal tidak dengan ilmu, maka ilmunya akan tertolak dan tidak diterima.” Artinya tidak akan memberi hasil yang diharapkan. Dan hal ini bisa diterapkan pada ilmu apapun, baik di bidang ilmu pertanian, bisnis bahkan ibadah dan mujahadah. Melakukan itu semua tanpa mengetahui ilmunya, ibarat bekerja di tempat gelap dan bisa dibayangkan apa hasilnya. Al-Qur’an juga memberi tamsil bagi orang yang tidak berilmu sebagai orang buta, dan secara retorik bertanya, “Adakah sama orang yang buta dengan yang melek?” jawabnya jelas tidak.
Dalam dunia mistik, ilmu yang disebut makrifat sering dikaitkan dengan simbolisme cahaya, yang disebut illuminasi atau pencahayaan. Kadang illuminasi dari langit itu dating cepat dan mudah, tapi kadang lama dan susah. Imam al-Ghazali sendiri dikatakan membutuhkan waktu lebih dari sepuluh tahun untuk mendapatkan illuminasi tersebut. Sebelum mendapatkan illuminasi atau pencahayaan itu, Al-Ghazali digambarkan penuh dengan kesangsian (skeptisisme atau syakk) yang menggambarkan ketemaraman atau bahkan kegelapan hatinya.
Tetapi sekali uiluminasi, atau disebut juga penyingkapan (mukasyafah) disibakkan ke dalam hatinya, tiba-tiba semua menjadi terang benderang bagi dirinya. Ketidaktahuan dan kesangsian yang selama ini menggelayuti pikiran dan hatinya, juga hilang seketika. Manakala jalan menuju kebenaran terbentang luas dan terang di hadapannya, cahaya terang yang diperolehnya membuat terang hatinya, sehingga beliau mampu menerangkan, melalui karya-karyanya, banyak sekali hati-hati dan pikiran-pikiran orang lain, bahkan setalah beratus tahun ia meninggalkan dunia yang fana ini.
Jadi bukan hanya terang pada dirinya, ilmu juga bisa menerangi orang-orang lain, sebuah karakter yang persis sama dengan yang dimiliki oleh cahaya. Dengan ini saya berharap telah menjadi jelas dalam benak kita apa dan bagaimana korelasi yang ada antara ilmu dan cahaya, dank arena itu tulisan ini akan saya cukupkan sampai di sini.[]
::
Makna selalu tersembunyi dalam bentuk. Selama kita memuja bentuk, makna akan selalu tersembunyi. Rumi pernah berkata, sampai kapan anda akan memuja bentuk, cari makna yang tersembunyi di dalamnya. Kendi adalah bentuk, sedangkan air adalah maknanya. Makna tentu saja punya titik sentral, tapi perlu cara untuk menemukannya. Kata ada bukan untuk dirinya, ia ada kareana dan untuk makna.
Sebenarnya indera, akal dan hati adalah anugerah Allah yang besar kepada manusia. Dengan indera manuisa bisa menciptakan sains, dengan akal filsafat dan dengan hati tasawuf. Tapi masing-masing alat atau sumber ilmu tersebut, memiliki lahannya masing-masing. Di batas terakhir indera, bertengger akal, dan di batas akhir akal bertengger hati. Di wilayah hati akal sering dibuat bingung. Mawlana Rumi pernah berkata, misalnya, ketika akal ditanya tentang hakikat cinta, maka ia akan tersungkur seperti keledai ke dalam lumpur.!
Dalam surat al-Nur telah dijelaskan, bahwa cahaya yang paling rendah adalah misykat, dan itu merujuk pada cahaya inderawi (mahsusat). Cahaya yang lebih patut disebut cahaya kata al-Ghazali adalah cahaya lampu (mishbah), yakni intelektual... Tetapi cahaya yang paling terang, yang berkaitan dengan cahaya sejati adalah intuisi, yang dimiliki para nabi, yang dikatakan sudah menyala sekalipun tak tersentuh api. Inilah yang diistilahkan dengan zaitunah. Cahaya intuisi kenabian inilah yang tertinggi sehingga disebut cahaya di atas cahaya (nurun 'ala al-nurin).
::
Kehadiran Nabi setelah wafatnya, akan diwakili oleh para ulama dan awliya hingga akhir zaman. Rumi pernah berkata, "ketika kebun mawar telah musnah, kemanakan kitabakan mencari semesbak mawar? Jawabnya pada air mawar."
Nabi Muhammad sebagi manusia biasa tidak akan hidup selamanya, tetapi sebagaimana pohon pisang tidak akan mati kecuali akan mewariskan pada anak-analnya misi perjuangannya. Maka dari situ akan tumbuh seribu buah lagi, maka Nabi kita akan mewariskan risalahnya kepada para ulama, karena dikatakan ulama adalah pewaris para Nabi. Dari para ulama dan awliya, akan muncul manusia-manusia sempurna atau insan kamil, yang akan meneruskan risalah dan mewakili kehadiran Nabi hingga akhir zaman.
Nabi. Muhammad yang datang sebgai. Nabi terakhir, adlah bagaikan buah dari sebuah pohon. Buah tidak muncul di akar atau batng, tetapi di ranting setelah cabang. Tapi buah adalah tujuan akhir dari oetani menam pohon. Kalau bukan karena mengharap buah, akankah petani menanam pohon? Tapi neskipun datang terakhir tapi nabi membawa serta di dalamnya unsur-unsur agama sebelumnya, sebagaimna biji dalam buah mengandung semua unsur dari sebuah pohon. Buah adalahbtujuan akhir tumbuhnya sebuah pohon. Sebelum berbuah, maka pohon pisang akan terus tumbuh sekalipun kita tebas pohonnya. Tapi ia akan segera mati setelah menghasilkan buahnya.
Nabi Muhammad sebagai tujuan akhir penciptaan alam. bagi para sufi seperti rumi dan Ibnu arabi, Nabi Muhammad memiliki kedudukan yang luar buasa tingginya, bukan hanya oenutup para nabi dan rasul, terapi tujuan untuk apa alam diciptakan. Bersandar pada hadits Qudsi yang mengatakan "Kalau bukan karena engkau (ya Muhammad) tidak akan Kuciptakan alam semesta" (لولك و لولك ما خلقت الاعلام كلها). Jadi, bukan hanya umat Islam, bahkan seluruh umat manusia dan alam semesta telah berhutang budi keada beliau. Dengan ini juga menandakan bahwa hakikat nabi Muhammad telah ada mendahului dunia. Inilah kebesaran beliau yang perlu kita kenang dan berterima kasih pada Tuhan yang telah menciptakan beliau seperti ini...wallahu a'lam.
Imam Ghazali pernah berkata, cara yang terbaik untuk mencintai nabi adalah dengan membaca dan mempelajari sirah atau riwayat hidup Junjungan Nabi kita Muhammad SAW. Selmat mawulid Nabi, semoga kita semua bisa meneladani beliau selama hidup kita.
Peradaban adalah buah tangan manusia-manusianya. Kalau manusianya berhenti berfikir, berkreasi, mencari kebenaran, maka dengan sendirinya peradabanpun akan padam. Peradaban Islam yang begitu gemilang di masa lalu tak bisa dilepaskan dari kerja keras para sarjana, ilmuan dan ulamanya. Kalau kita ingein mengembalikan lagi peradaban yang hialng bangkaitkan kembali etos keilmuan yang mereka miliki.