Saya suka ajaran tasawuf. Tasawuf yang saya kenal adalah seperti kutipan berikut: "Tasawuf adalah cinta. Yakni cinta ilahiah yang menjadi puncak sekaligus akar segala cinta seorang mukmin terhadap alam semesta ini."
Tetapi banyak yang menganggap ajaran tasawuf ini sesat. Satu diantaranya adalah konsep "Wahdatul Wujud" yang seringkali disalahtafsirkan.
Pengalaman spiritual seseorang memang berbeda-beda. Ungkapan cinta para sufi adalah ungkapan rasa dari sebuah pengalaman spiritual, yang tidak bisa diartikan secara literer begitu saja. Memang harus hati-hati menafsir dan menimbangnya.
Ini ada analogi bagus yang mungkin bisa membantu menerangkan konsep "wahdatul wujud" tersebut. Saya copas dari status Pak Al di fb.
Coba bayangkan: sebuah lampu 10 watt menyala tepat di samping lampu 10.000 watt. Lalu si lampu 10 watt bertanya pada dirinya: "Mana cahayaku?" dan dia pun mendapati bahwa cahayanya adalah 10.000 watt. Bukan karena lampu 10 watt itu telah menyatu dengan lampu 10.000 watt. Bukan. Tapi karena cahayanya tenggelam oleh terangnya cahaya lampu 10.000 watt.
Contoh lain. Bayangkan sebatang besi yang dipanaskan dalam bara api. Lama kelamaan batang besi itu memerah dan menjadi sama panasnya dengan api. Namun, batang besi itu tidak menyatu dengan api, tidak juga berubah menjadi api. Batang besi tetaplah batang besi, api tetaplah api.
Banyak orang menganggap bahwa para sufi sesat karena telah mengalami penyatuan dengan Tuhan, padahal tak ada satu pun sufi yang menyatakan bahwa mereka telah menyatu dengan Dzat Allah. Tidak pernah. Penyatuan yang mereka alami adalah penyatuan dalam tataran rasa, karsa, cipta dan karya, bukan penyatuan dengan Dzat-Nya. Kalau ada yang mengklaim telah menyatu dengan Dzat Allah, itu berarti sudah kafir billah. Bukankah itu hakikat seorang hamba? Menjadikan seluruh rasa, karsa, cipta dan karyanya menjadi sama dengan kehendak Tuhannya?
Lagi pula, apa sih perbedaan penyatuan para sufi yang sudah mencapai ma'rifat itu dengan hadits berikut?
"Tidaklah hambaku mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Kucintai daripada apa yang telah Aku wajibkan. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah sunah sehingga Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatan yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangan yang ia gunakan untuk menggenggam dan menjadi kaki yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, pasti Ku-beri, jika ia memohon perlindungan-Ku, pasti Kulindungi.” (HR. Bukhari)
Nah, semoga membantu memahami bagaimana konsep "wahdatul wujud" itu sesungguhnya.
Tambahan dari seorang yang komen: al-Hallaj yg dikenal dgn hulul, secara tegas menolak adanya anggapan bahwa dirinya adalah identik dengan Tuhan, sebagai dalam ungkapannya; "ana sirr al-haqq ma al-haqq ana bal ana haqq fafarriq bainana" (Aku adalah rahasia yang Maha Besar dan bukanlah yang Maha Besar itu aku. Aku hanya suatu yang benar, maka bedakanlah antara kami).
Link sumber: http://on.fb.me/17G3ewX
Tetapi banyak yang menganggap ajaran tasawuf ini sesat. Satu diantaranya adalah konsep "Wahdatul Wujud" yang seringkali disalahtafsirkan.
Pengalaman spiritual seseorang memang berbeda-beda. Ungkapan cinta para sufi adalah ungkapan rasa dari sebuah pengalaman spiritual, yang tidak bisa diartikan secara literer begitu saja. Memang harus hati-hati menafsir dan menimbangnya.
Ini ada analogi bagus yang mungkin bisa membantu menerangkan konsep "wahdatul wujud" tersebut. Saya copas dari status Pak Al di fb.
Coba bayangkan: sebuah lampu 10 watt menyala tepat di samping lampu 10.000 watt. Lalu si lampu 10 watt bertanya pada dirinya: "Mana cahayaku?" dan dia pun mendapati bahwa cahayanya adalah 10.000 watt. Bukan karena lampu 10 watt itu telah menyatu dengan lampu 10.000 watt. Bukan. Tapi karena cahayanya tenggelam oleh terangnya cahaya lampu 10.000 watt.
Contoh lain. Bayangkan sebatang besi yang dipanaskan dalam bara api. Lama kelamaan batang besi itu memerah dan menjadi sama panasnya dengan api. Namun, batang besi itu tidak menyatu dengan api, tidak juga berubah menjadi api. Batang besi tetaplah batang besi, api tetaplah api.
Banyak orang menganggap bahwa para sufi sesat karena telah mengalami penyatuan dengan Tuhan, padahal tak ada satu pun sufi yang menyatakan bahwa mereka telah menyatu dengan Dzat Allah. Tidak pernah. Penyatuan yang mereka alami adalah penyatuan dalam tataran rasa, karsa, cipta dan karya, bukan penyatuan dengan Dzat-Nya. Kalau ada yang mengklaim telah menyatu dengan Dzat Allah, itu berarti sudah kafir billah. Bukankah itu hakikat seorang hamba? Menjadikan seluruh rasa, karsa, cipta dan karyanya menjadi sama dengan kehendak Tuhannya?
Lagi pula, apa sih perbedaan penyatuan para sufi yang sudah mencapai ma'rifat itu dengan hadits berikut?
"Tidaklah hambaku mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Kucintai daripada apa yang telah Aku wajibkan. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah sunah sehingga Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatan yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangan yang ia gunakan untuk menggenggam dan menjadi kaki yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, pasti Ku-beri, jika ia memohon perlindungan-Ku, pasti Kulindungi.” (HR. Bukhari)
Nah, semoga membantu memahami bagaimana konsep "wahdatul wujud" itu sesungguhnya.
Tambahan dari seorang yang komen: al-Hallaj yg dikenal dgn hulul, secara tegas menolak adanya anggapan bahwa dirinya adalah identik dengan Tuhan, sebagai dalam ungkapannya; "ana sirr al-haqq ma al-haqq ana bal ana haqq fafarriq bainana" (Aku adalah rahasia yang Maha Besar dan bukanlah yang Maha Besar itu aku. Aku hanya suatu yang benar, maka bedakanlah antara kami).
Link sumber: http://on.fb.me/17G3ewX