Meraih (Jalan) Hidayah

MERAIH (JALAN) HIDAYAH 5 dari 6. SABAR MENUNGGU ILHAM

Oleh Yusdeka Putra

Untuk sesuatu hal yang sangat penting seperti ini, jarang sekali kita diberitahu cara-cara untuk mendapatkan petunjuk Allah. Padahal setiap shalat kita selalu minta Petunjuk kepada Allah. Tapi hampir disetiap shalat itu pula kita tidak mendapatkan Ilham apa-apa. Perilaku kita saat meminta dan berdo’a kepada Allah persis seperti anak kecil yang meminta sesuatu kepada ibunya. Ujug-ujug anak kecil itu minta kepada ibunya: “bu minta uang…”. Mintanya juga sambil lalu saja. Belum sempat ibunya meresponnya, dia sudah lari lagi dari ibunya menuju mainannya. Ibunya hanya bisa geleng-geleng kepala saja.

Makanya ketika berdo'a duduklah diam, tunggulah proses dan respos dari Allah. Respon pertama rasanya hati kita sepi, hening, sejuk (dingin). Hati kita terasa lapang rasanya. Nah ketika sudah terasa seperti ini, tunggu saja, nanti akan ada lintasan (khatar ilham) berisi makna yang sangat jelas masuk ke dalam hati kita. Keadaannya jelas, suasananya jelas, maknanya jelas. Dalam kondisi ini otak dan hawa nafsu kita akan lerem (redam). Ia tidak menguasai keadaan batin kita. Ia betul-betul kalah, sehingga kita bisa membedakan mana keadaan yang berasal dari dorongan emosi kita dan mana yang berasal dari dorongan ilham (yang asli). Keadaan ini benar-benar sangat jelas perbedaannya. Kita akan mampu membedakan mana ketenangan yang berasal dari sekresi hormonal dan mana ketenangan yang berasal dari diturunkannya ilham kedalam hati kita.

Dalam berdo’a, kita harus sabar menunggu kehadiran makna yang dikandung dalam khatar tersebut, tugas kita adalah diam dalam kesambungan agar keheningan semakin jelas. Maka insya Allah, tiba-tiba dengan sadar kita akan dapat merasakan kenyataan pengkabulan atau tidak dikabulkannya doa kita itu yang kenyataannya memenuhi dada kita. Keadaannya tidak ada keraguan, tidak bisa di goyang-goyang. Dan reaksi otak kita kalah dengan kenyataan yang dikandung di dalam dada kita itu. Dengan begitu keyakinan kita itu didatangkan langsung oleh Allah melalui Ilham, bukan kita memaksa-maksakan diri untuk yakin. Hal ini sesuai firman Allah: “wa'bud rabbaka hatta ya'tiyakal yakin. Sembahlah Allah sampai engkau diberi (didatangkan) keyakinan”, (Al Hijir 99). Tapi sayangnya dalam terjemahan Al Qur’an kata YAKIN disini selalu saja dibawa kepada makna AJAL atau KEMATIAN. Ya nggak nyambung…

Keadaannya saat itu adalah seperti proses komunikasi antara kita dengan seseorang. Misalnya, suatu saat ada seseorang yang menelpon kita, dia berkata mau mengirim uang kepada kita. Dan ketika itu juga, kita bisa tahu dan bisa betul-betul yakin tentang apakah si Fulan itu berkata benar atau dia tengah berpura-pura kepada kita. Keyakinan kita ini berasal dari sebuah berita yang didatangkan dari lawan bicara kita, yaitu si Fulan. Kita diyakinkan oleh lawan bicara kita!!. Nah…, orang yang berdoapun seharusnya sampai pada tahap mendapatkan sebuah keyakinan dari yang diajaknya bicara, yaitu Allah.

Proses ini benar-benar harus bersih. Semua hasil pikiran harus benar-benar hening mengikuti hati yang sedang hening (TALINU). Sebab menurut Ibnu Qayyim: ilmu, akal dan keadaan bathinmu merupakan penutup untuk menangkap berita (naba'un wa khabarun). Makanya orang yang berhasil menangkap berita dari Allah seperti ini disebut shiddiqiin atau muhaddatsun.

Ustad Abu Sangkan pernah kami tanya: “mungkinkah kita bisa seperti mereka ?”.

Jawab Beliau: “Bisa !!. Syaratnya sangat mudah. Tidak perlu mikir, tidak perlu banyak artikulasi. Tetapi diam dalam proses mengikuti pengajaran. Be patient…SABAR. Seperti sabarnya seorang yang sedang sakit menunggu dokter yang akan merawatnya. Kita harus banyak riyadhah, latihan…, latihan…, latihan…, latihan…, latihan…, latihan…, latihan…, dan yang terakhir...latihan !!, sehingga kita terlatih untuk menjadi orang yang SABAR.

Insya Allah proses ini akan lebih kita perdalam melalui Uzlah ramadhan. Kalian jangan kalah dengan orang barat yang dalam satu tahun meluangkan waktunya untuk liburan musim panas sampai berbulan-bulan lamanya meninggalkan kegiatan dunia.

Siapkan waktu kalian hanya beberapa hari saja. Sementara dalam satu minggu luangkan waktu satu hari dirumah untuk uzlah di dalam MIHRAB-mu. Misalnya hari sabtu dan minggu, pada minggu ketiga kita uzlah dirumah masing-masing tapi serentak !! BBM mati total ....besoknya kita beritakan hasilnya. Mari kita bangkit dan buktikan…

Ingatlah, seluruh wali menjalankan uzlah, i'tikaf, wukuf, dzikrullah, tazkiyatun nafs, riyadhah, shaum, qiyamullail, dan lain-lain. Indonesia terlena mau buat negara hukum dan syar'I, sementara ruhnya hilang. Sekian terimakasih”, ulas Beliau.

Bersambung