MISPERSEPSI DALAM BERAGAMA (2)

Pembicara: Abu Sangkan

#
Banyak orang tidak memahami sifat beragama. Ada hal-hal yang sifatnya universal ada hal-hal yang sifatnya khusus. 

Agama apapun hakekatnya mempunyai nilai-nilai kebaikan universal. Dalam hal-hal tertentu kita sama: keadilan, persamaan, kebersamaan. Dalam hal-hal tertentu kita berbeda.

Sebagai orang Islam, kita di-drive untuk mengukur segala sesuatu dari nilai-nilai agama. Tetapi kemudian agama menjadi rusak karena agama ditunggangi manusia. Manusia yang men-drive agama, bukan sebaliknya.

Ilmu hukum, ilmu pertanian, ilmu eksak---sesuatu yang tadinya universal, ketika diberi label agama, orang jadi mempermasalahkan, terjadi pergesekan, pertentangan.

Suatu pekerjaan yang bersifat universal, bisa saja tampak luar bersifat universal tetapi tampak dalam bersifat agama.

Pekerjaannya sendiri tampak luar sama, bersifat universal: baik, disenangi, tidak bermasalah. Soal agamanya, 'lakum diinukum waliyaddin'. Agama itu sifatnya sangat pribadi.

Contoh, Orang belajar fisika, sifatnya universal. Orang belajar fisika dan berdoa, dengan nama Allah aku belajar fisika, tampak luar bersifat universal, tampak dalam bersifat (bernilai) agama. Orang belajar kimia dan berdoa, dengan nama Kristus aku belajar kimia, tampak luar bersifat universal, tampak dalam bersifat agama.

#
Ilmu pengetahuan, sosial, dll. selalu berkembang. Fiqih adalah ‘peradaban’ tapi azas yang digunakan adalah ‘keadilan’.

Contoh kasus, suatu makanan haram, maka sebaiknya ulama bekerja sama dengan semua pihak terkait, ahli gizi, ahli kimia, dll. untuk memutuskan haram/tidaknya (keharaman bukan sesuatu yang mutlak buta).

Contoh lain, sejarah proses haramnya khamr yang bertahap: (1) jangan kamu dekati sholat jika masih mabuk (2) jangan kamu dekati khamr, karena manfaatnya jauh lebih kecil daripada mudharatnya (3) ... terakhir baru diharamkan

#
Setiap agama mengajarkan “logika” = ilmu pengetahuan, data-data. Hati menyinari logika, tetapi hati tidak tahu baik-buruk kalau tidak diberi tahu oleh ilmu pengetahuan (logika).

Hati nurani itu tergantung hatimu mempelajari apa (apa yang mengisi hati kita dalam hidup kita). Jadi hati nurani terbentuk sesuai dari apa yang dipelajari.

Contoh: Kalau lahir di agama A maka hati nurani akan sesuai dengan kitab suci agama A. Kalau kita lahir di suku kanibal (pemakan daging manusia), maka hati nurani tidak akan menyalahkan jika kita memakan daging manusia.

Hanya hati nurani yang murni dari Tuhan yang tidak dapat menipu manusia. Hati yang bagaimana yang menyinari logika? Hati yang sudah diberi pengetahuan. Sebagai umat Islam, logika atau pengetahuan itu adalah al Quran.

#
Ketika bicara sosial – agama bicara bagaimana berbakti ke orang tua, dll.
Ketika bicara pemerintahan – agama bicara fiqih, dll.
Ketika bicara hati – agama bicara Tuhan, hati, dll.
Ketika bicara jiwa -- ada ego, ada super ego, dll.
Ketika bicara sosial -- zakat, menyantuni anak yatim, dll.

Kita baca kitab begitu saja, tiak ada klasifikasi, tidak ada pos-posnya. Rasulullah menyampaikan sesuatu sesuai pos-posnya.

Ketika orang miskin datang ke Rasulullah, Rasul berkata, tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. (aktif)

Sebaliknya, metode Snouck Hurgronye, melemahkan. Ia berkata, biar miskin nggak apa-apa asal kaya hati. Atau, barangsiapa taqwa total kepada Allah, rezeki akan datang dari arah tak terkirakan, memunculkan fatalisme. (pasif)

#
Banyak orang tidak mampu secara bijaksana menggunakan ayat-ayat al Quran.”

Contoh:
Ayat perang yang bunyinya, jika bertemu musuhmu, maka perangilah, ternyata digunakan pada saat damai.
Ada orang judi, kita bakar rumahnya, karena itu haram. Padahal, ingat, hukum Islam tidak bisa digunakan di negara yang bukan negara Islam.

Ketika melihat kemunkaran, ajaklah kepada kebenaran, bukan bertindak secara brutal, hukumnya harus begini harus begini dst.

#
Arti akhir adalah awal sampai akhir yang sedang dilalui sekarang.
Banyak orang mengartikan akhir adalah akherat nanti, lalu meninggalkan kehidupan dunia semata-mata untuk mencapai akhir.

Ia tidak sadar bahwa bekerja itu adalah ibadah kita. Bisa saja kasih sayang Tuhan itu muncul dari getar hati saya bahwa saya ingin punya perusahaan, kemudian karyawan saya banyak, sehingga bisa menghidupi banyak keluarga.

Orang yg meninggalkan aktivitas dunianya, sama dengan meninggalkan spiritualitas yang sesungguhnya. Orang yang bekerja atas nama Tuhan, hakikatnya lebih tinggi daripada orang yang sekedar berdzikir.

#
Ketika malaikat bertanya, mengapa menciptakan manusia..? Tuhan menjawab, Aku lebih tahu.

Manusia itu.. bisa menanam, memelihara tanaman, bisa punya anak dsb. Manusia mirip Tuhan, karena pada manusia terdapat implementasi sifat-sifat Tuhan, sehingga manusia menjadi wakil Tuhan di bumi---khalifah Tuhan.

Orang yang tidak meninggalkan dunianya, itulah sejatinya spiritualitas. Itu sebabnya manusia lebih tinggi dari malaikat, menjadi makhluk paling mulia, karena malaikat tidak bisa seperti Tuhan.

#
Banyak orang kenal Tuhan---profil Tuhan: Maha Esa dll., tapi tidak kenal bahasa Tuhan. Tuhan berkata, “Aku tergantung persepsi hambaku.”
Contoh:
Seorang anak ditanya, apakah ayahmu hebat..? Ia jawab, iya, ayahku hebat. Hebat dalam persepsi anak-anak bahwa ayahnya hebat seperti superman (hero-hero). Anak menyebut hebat sesuai dengan persepsinya.

#
Ada syair, Tuhan aku tidak mampu memujamu, sehingga pujilah dirimu sendiri.
Itu sebab, Segala puji milik Aku, kata Allah.

#
Tuhan, Allah, tidak ada wujudnya, maka perlu ma’rifatul = pengenalan Tuhan.
Bayangkan, ketika orang Kristen berdoa, ya Kristus, ya Kudus, ya Salam, Tuhannya 'puguh', Tuhannya ada wujudnya. Sedangkan kita tidak, maka perlu yang namanya mengenal Tuhan = ma’rifatullah.

#
Setiap kita melakukan sesuatu, tanyakanlah atas dasar apa, maka sampailah kita pada apa yang dituju.[]


Link: 
Snouck Hurgronye - Wikipedia