Pembicara:
Abu Sangkan
#
Banyak
orang tidak memahami sifat beragama. Ada hal-hal yang sifatnya universal ada hal-hal yang sifatnya khusus.
Agama apapun hakekatnya mempunyai nilai-nilai kebaikan universal. Dalam hal-hal tertentu kita sama: keadilan, persamaan, kebersamaan. Dalam hal-hal tertentu kita berbeda.
Agama apapun hakekatnya mempunyai nilai-nilai kebaikan universal. Dalam hal-hal tertentu kita sama: keadilan, persamaan, kebersamaan. Dalam hal-hal tertentu kita berbeda.
Sebagai
orang Islam, kita di-drive untuk mengukur segala sesuatu dari
nilai-nilai agama. Tetapi kemudian agama menjadi rusak karena agama
ditunggangi manusia. Manusia yang men-drive agama, bukan sebaliknya.
Ilmu hukum, ilmu pertanian, ilmu eksak---sesuatu yang tadinya
universal, ketika diberi label agama, orang jadi mempermasalahkan,
terjadi pergesekan, pertentangan.
Suatu
pekerjaan yang bersifat universal, bisa saja tampak luar bersifat universal
tetapi tampak dalam bersifat agama.
Pekerjaannya sendiri tampak luar sama, bersifat universal: baik, disenangi, tidak bermasalah. Soal agamanya, 'lakum diinukum waliyaddin'. Agama itu sifatnya sangat pribadi.
Pekerjaannya sendiri tampak luar sama, bersifat universal: baik, disenangi, tidak bermasalah. Soal agamanya, 'lakum diinukum waliyaddin'. Agama itu sifatnya sangat pribadi.
Contoh,
Orang belajar fisika, sifatnya universal. Orang belajar fisika dan
berdoa, dengan nama Allah aku belajar fisika, tampak luar bersifat universal, tampak dalam bersifat (bernilai) agama. Orang belajar kimia dan berdoa,
dengan nama Kristus aku belajar kimia, tampak luar bersifat universal, tampak dalam bersifat agama.
#
Ilmu
pengetahuan, sosial, dll. selalu berkembang. Fiqih adalah ‘peradaban’
tapi azas
yang digunakan adalah ‘keadilan’.
Contoh
kasus, suatu makanan haram, maka sebaiknya ulama bekerja sama dengan
semua pihak terkait, ahli gizi, ahli kimia, dll. untuk memutuskan
haram/tidaknya (keharaman bukan sesuatu yang mutlak buta).
Contoh lain, sejarah proses haramnya khamr yang bertahap: (1) jangan kamu dekati sholat jika masih mabuk (2) jangan kamu dekati khamr, karena manfaatnya jauh lebih kecil daripada mudharatnya (3) ... terakhir baru diharamkan
Contoh lain, sejarah proses haramnya khamr yang bertahap: (1) jangan kamu dekati sholat jika masih mabuk (2) jangan kamu dekati khamr, karena manfaatnya jauh lebih kecil daripada mudharatnya (3) ... terakhir baru diharamkan
#
Setiap
agama mengajarkan “logika” = ilmu pengetahuan, data-data. Hati menyinari logika, tetapi hati tidak tahu
baik-buruk kalau tidak diberi tahu oleh ilmu pengetahuan (logika).
Hati nurani itu tergantung hatimu mempelajari apa (apa yang mengisi hati kita dalam hidup kita). Jadi hati nurani terbentuk sesuai dari apa yang dipelajari.
Contoh: Kalau lahir di agama A maka hati nurani akan sesuai dengan kitab suci agama A. Kalau kita lahir di suku kanibal (pemakan daging manusia), maka hati nurani tidak akan menyalahkan jika kita memakan daging manusia.
Hanya hati nurani yang murni dari Tuhan yang tidak dapat menipu manusia. Hati yang bagaimana yang menyinari logika? Hati yang sudah diberi pengetahuan. Sebagai umat Islam, logika atau pengetahuan itu adalah al Quran.
Hati nurani itu tergantung hatimu mempelajari apa (apa yang mengisi hati kita dalam hidup kita). Jadi hati nurani terbentuk sesuai dari apa yang dipelajari.
Contoh: Kalau lahir di agama A maka hati nurani akan sesuai dengan kitab suci agama A. Kalau kita lahir di suku kanibal (pemakan daging manusia), maka hati nurani tidak akan menyalahkan jika kita memakan daging manusia.
Hanya hati nurani yang murni dari Tuhan yang tidak dapat menipu manusia. Hati yang bagaimana yang menyinari logika? Hati yang sudah diberi pengetahuan. Sebagai umat Islam, logika atau pengetahuan itu adalah al Quran.
#
Ketika
bicara sosial – agama bicara bagaimana berbakti ke orang tua, dll.
Ketika
bicara pemerintahan – agama bicara fiqih, dll.
Ketika
bicara hati – agama bicara Tuhan, hati, dll.
Ketika
bicara jiwa -- ada ego, ada super ego, dll.
Ketika
bicara sosial -- zakat, menyantuni anak yatim, dll.
Kita
baca kitab begitu saja, tiak ada klasifikasi, tidak ada pos-posnya.
Rasulullah menyampaikan sesuatu sesuai pos-posnya.
Ketika
orang miskin datang ke Rasulullah, Rasul
berkata,
tangan
di atas lebih baik daripada tangan di bawah. (aktif)
Sebaliknya,
metode Snouck Hurgronye, melemahkan.
Ia
berkata, biar miskin nggak apa-apa asal kaya hati. Atau, barangsiapa
taqwa total kepada Allah, rezeki akan datang dari arah tak
terkirakan, memunculkan fatalisme.
(pasif)
#
“Banyak
orang tidak mampu secara bijaksana menggunakan ayat-ayat al Quran.”
Contoh:
Contoh:
Ayat
perang yang bunyinya, jika bertemu musuhmu, maka perangilah, ternyata
digunakan pada saat damai.
Ada
orang judi, kita bakar rumahnya, karena itu haram. Padahal, ingat,
hukum Islam tidak bisa digunakan di negara yang bukan negara Islam.
Ketika
melihat kemunkaran, ajaklah kepada kebenaran, bukan bertindak secara
brutal, hukumnya harus begini harus begini dst.
#
Arti
akhir adalah awal sampai
akhir yang sedang dilalui sekarang.
Banyak
orang mengartikan akhir adalah akherat nanti, lalu meninggalkan
kehidupan dunia semata-mata untuk mencapai akhir.
Ia
tidak sadar bahwa bekerja
itu adalah ibadah
kita.
Bisa
saja kasih sayang Tuhan itu muncul dari getar hati saya bahwa saya
ingin punya perusahaan, kemudian karyawan saya banyak, sehingga bisa
menghidupi banyak keluarga.
Orang
yg meninggalkan aktivitas dunianya, sama dengan meninggalkan
spiritualitas
yang sesungguhnya.
Orang yang bekerja
atas nama Tuhan,
hakikatnya
lebih tinggi daripada orang yang sekedar berdzikir.
#
Ketika
malaikat bertanya, mengapa
menciptakan manusia..?
Tuhan menjawab, Aku lebih tahu.
Manusia
itu.. bisa menanam, memelihara tanaman, bisa punya anak dsb. Manusia
mirip Tuhan, karena pada manusia terdapat implementasi
sifat-sifat Tuhan,
sehingga manusia menjadi wakil
Tuhan di bumi---khalifah
Tuhan.
Orang
yang tidak meninggalkan dunianya, itulah sejatinya
spiritualitas.
Itu sebabnya manusia lebih tinggi dari malaikat, menjadi makhluk
paling mulia, karena
malaikat tidak bisa seperti Tuhan.
#
Banyak
orang kenal Tuhan---profil Tuhan: Maha Esa dll., tapi
tidak kenal bahasa Tuhan. Tuhan berkata, “Aku tergantung persepsi
hambaku.”
Contoh:
Seorang
anak ditanya, apakah ayahmu hebat..? Ia jawab, iya, ayahku hebat.
Hebat dalam persepsi anak-anak bahwa ayahnya hebat seperti superman
(hero-hero). Anak menyebut hebat sesuai dengan persepsinya.
#
Ada
syair, Tuhan aku tidak mampu memujamu, sehingga pujilah dirimu
sendiri.
Itu
sebab, Segala puji milik Aku, kata Allah.
#
Tuhan,
Allah, tidak ada wujudnya, maka perlu
ma’rifatul
= pengenalan Tuhan.
Bayangkan,
ketika orang Kristen berdoa, ya Kristus, ya Kudus, ya Salam, Tuhannya
'puguh', Tuhannya ada wujudnya. Sedangkan kita tidak, maka
perlu yang namanya mengenal
Tuhan = ma’rifatullah.
#
Setiap
kita melakukan sesuatu, tanyakanlah
atas dasar apa, maka sampailah kita pada apa yang dituju.[]
Link:
Snouck Hurgronye - Wikipedia