Pembicara:
Abu Sangkan
Al
Quran selama ini (masih) hanya dikaji ritualnya saja. Padahal Islam
adalah agama kesaksian.
Sholat,
dalam sholat, pertanyaannya
adalah, ada apa diwajibkannya sholat.
Qurban,
sejak dulu sudah ada yang namanya persembahan pada dewa-dewa.
Kemudian Islam datang menyempurnakan. Revolusinya: makanannya
diberikan ke orang miskin. Pertanyaannya
adalah, aspek apa yang ditanamkan ketika ritual itu terjadi, orang
tidak memperhatikan.
Haji,
harusnya ada pertanyaan,
progress apa yang didapat setelah berhaji. Misal, thawaf adalah
berkeliling, patuh, pasrah. Ada suatu kepatuhan kepada Tuhan,
keteraturan.
Alam
patuh kepada Tuhan, maka... Alam yang besar ini ada penguasanya,
yaitu jiwa yang patuh
kepada Tuhan.
#
Mengapa
jiwa menjadi gelisah..? Karena
ada 'ketidakselarasan'
dengan Tuhan.
Contoh
kasus.. Seorang
suami tidak pulang. Ada dua pilihan sikap:
- Gelisah (tidak pasrah) – muncul prasangka2 – jantung berdebar, asam lambung meningkat, kepala pusing (gejala ketidakseimbangan) – tubuh rusak – suami pun belum tentu pulang – rugi 2 kali.
- Pasrah (diam, tenang, nafas selaras dengan tubuh, metabolisme tubuh seimbang, pasrah kepada Tuhan, nafas seperti bayi, pikiran segar seperti baru dilahirkan) – TENANG, alam semesta selaras dengan kita (=esensi dalam thawaf) – semesta suami juga mendengar (merespon) kepatuhan kita kepada Tuhan.
#
Qurban,
bagaimana kalau diuangkan..?
Syariatnya:
qurban itu memotong hewan qurban, syariatnya dijalankan dulu, kalau
nanti setelah itu dikemas, dijual, lalu uangnya didistribusikan tidak
masalah. Poinnya:
syariatnya dijalankan dulu.
Fiqih
itu berkembang.
Bukan berarti agama berubah-ubah,
tapi fiqih itu adalah solusi,
berkembang menurut kebutuhan.
#
Esensi
qurban, mengapa Allah mensyariatkan qurban, apa yg ingin Tuhan
sampaikan..? Bukankah Tuhan tidak butuh apa-apa.
Mengapa
umat Islam dijuluki teroris..? Mungkin, karena kita tidak (belum)
bisa memberikan, menyampaikan, melakukan aspek
yang lebih universal.
Sholat,
targetnya adalah menjadi orang baik. Sholat itu sendiri tidak
mengganggu orang, tidak merugikan orang. Tapi lain cerita jika misal
dilakukan dengan adzan keras-keras hingga mengganggu orang agama
lain.
Sholat
itu sendiri ESENSINYA:
kesadaran.
Bukan pada teriakan adzan.
Haji,
wajibnya hanya 1 kali, lalu kenapa ada yg sampe 5 kali, kenapa yang 4
kali sesudahnya tidak disebarkan biayanya untuk yang butuh.
Qurban
memberi kesenangan pada diri kita. Kebahagiaan, kesenangan akan
memberi bekas pada diri kita, pada wajah kita ~ rezeki jadi mudah.
#
Haji,
dalam berhaji kita menjadi seperti pendeta (dalam hal kewajiban2),
sama dengan konsep 'moksa' dalam Hindu & Budha.
Tetapi
konsepnya dalam Islam, manusia menyadari ruh-nya berasal dari Tuhan.
Ruh ini turun ke bumi (Tuhan berkata: ruh-Ku turun ke bumi). Ruh
Allah, berjalan-jalan di bumi.
#
Ihram
– Wukuf – Lontar jumroh -- ...
Wukuf:
“diam” di padang Arafah (padang Ma'rifat), untuk melihat
(berjumpa) Tuhan.
Tapi
kenyataan yang ada: doa keras-keras, esensi jiwanya gak ketemu, gak
ditemukan perenungannya, pencarian dirinya.
Seharusnya:
“diam
&
tenang”, melakukan
perjalanan ke dalam diri, menemukan diri, menemukan/bertemu Tuhan.
Lontar
jumroh, bukan asal lempar batu kuat-kuat, hingga nimpuk kepala orang
:)
Esensinya,
lemparkan iri, dengki, dll., dari dalam hati (Allah bilang ada suatu
kedengkian di dalam hati).
#
Apakah
ibadah
sosial
menghilangkan ibadah
ritual..?
Baik
& buruk ditentukan oleh aspek nilai yang ada dibalik itu.
Contoh,
Sholat = kepatuhan kepada Allah. Infaq = memberi faqir miskin.
Melakukan infaq tidak lantas jadi nggak usah sholat.
Ibadah
kepada Tuhan tidak bisa dipisahkan dengan ibadah sosial (fisik).
Sholat, kaitannya adalah memberi. Ayat, aqimusholah
wa'atuzzakat,
dalilnya selalu begitu, tidak
dipisah.
Kalau
hati
kita cinta kepada Allah, maka tubuhnya
pun harus patuh.
Analoginya,
kecewa itu soal hati, tapi tubuh ikut pula.
Kesimpulan:
disebut agama, jika ada ruh duluan, lalu ada aksi (action).
Jika
hanya sosial (action doank), tidak disebut agama. Yang benar:
kesadaran dulu, lalu action.
Kesadaran
doank, tidak disebut agama juga. Dalilnya, bohong agama seseorang
tetapi tidak memberi faqir miskin. (Q.S. al Maa 'uun, ayat 1-3)
#
Tanya-Jawab
1
Jika
kita mencintai sesuatu, berarti ada keterikatan
dengan sesuatu itu. Ketika ada problem, kesadaran
bahwa itu dari Allah (pasrah), akan mengendurkan
keterikatan
itu.
Semua
yang kita miliki mempunyai keterikatan dengan diri kita.
Misal.
Rumah terbakar, itu bukan Tuhan menyiksa kita, tapi menyelamatkan
kita. Jika lalu kita jadi sakit, kepikiran, artinya ada keterikatan
dengan harta/rumah itu. Tapi ketika kita dekat dengan Tuhan,
keterikatan itu akan mengendur.
Suami,
istri, anak, semua menimbulkan keterikatan.
2
Kerja
di bank konvensional, haruskah pindah ke bank syariah..?
Yusuf
Qardhawi: Fiqih itu berubah sesuai perkembangan zaman.
Dulu
valas haram, tapi kemudian dalam keperluan naik haji ke luar negeri,
valas tetap diperlukan.
Jawab
: Tetap dulu aja disitu, tapi kesadaran dalam diri kita ditingkatkan,
misal infaq untuk membersihkan harta kita, lebih membersihkan diri,
dll.
Apakah
dulu sebelum bank-bank syariah belum ada lantas orang-orang yang
berhaji dulu yang pake bank-bank konvensional, jadi batal hajinya..?
Tidak, kan..
#
Kesimpulan
sesi ini, haji – menggapai mabrur. Mabrur, artinya dibaikkan,
contohnya apakah setelah pulang haji terasa ada perubahan-perubahan
yang sangat indah, ringan, dibaikkan..[]