Pembicara: Abi
Wilayah batin kita telah dirampas oleh musuh. Cirinya, arah hidup kita tidak lagi kepada Allah.
Kemana fokus perhatian batin kita arahkan, kemana kerajaan batin kita (wilayah yang memberikan kedamaian) telah terampas---yang dicirikan oleh munculnya rasa resah, gelisah, takut, cemas, marah dll.
Ilustrasi.. Seorang raja mengirim putra mahkotanya kepada seorang guru (pertapa). “Untuk dapat menguasai hidup ini,” kata sang pertapa, “ada tiga pintu yang masing-masing tahapnya harus kamu lalui.”
Pintu I, Ubahlah dunia.
Maka sang pangeran pun menyambut pintu ini dengan kegembiraan, karena ini adalah tantangan yang disukainya. Maka ia pun berjibaku untuk mengubah dunia ini.
Setelah lama, kembalilah ia kepada sang guru. Guru bertanya, “Apa yang engkau pelajari?” Pangeran menjawab, “Bapak, aku belajar ada yang bisa dilakukan dengan kemampuanku dan ada yang tidak bisa dilakukan dengan ketidakmampuanku.” Guru: “Bagus, sekarang masuklah ke pintu yang kedua.”
Pintu II, Ubahlah sesamamu.
Pangeran pun kembali terjun dan berjuang, lalu kembali pada sang guru. Guru: “Apa yang engkau pelajari?” Pangeran menjawab, “Aku belajar bahwa ada orang-orang yang pro, sepaham denganku, dan ada yang kontra, tidak sepaham denganku.” Guru: “Bagus, selanjutnya pintu yang ketiga.”
Pintu III, Ubahlah dirimu.
“Jika memang diriku adalah sumber semua permasalahanku, maka aku akan berusaha mengubahnya,” kata sang pangeran. Kemudian pergilah ia untuk akhirnya kembali lagi. Guru: “Apa yang kau pelajari?”
Pangeran menjawab, “Aku belajar bahwa ada hal-hal di dalam diriku yang bisa ditingkatkan dan ada hal-hal di dalam diriku yang tidak bisa ditingkatkan. Ada hal-hal yang bisa diubah dan ada hal-hal yang tidak bisa diubah.”
Kemudian kata pangeran lagi, “Tapi saya mulai lelah bertarung, melawan dunia, melawan semuanya, melawan diri saya.”
Guru: “Maka itulah pelajaran selanjutnya.” Lalu sang guru menghilang, dan tiba-tiba sang pangeran melihat pintu I dan terpampang tulisan di atasnya: “Terimalah dirimu.” Yang mana dahulu ketika dengan semangatnya ia memasuki pintu itu, ia tidak melihatnya.
Kemudian tiba-tiba saja ia melihat, betapa bertebaran di atas tanah, semua yang dicampakkannya: ketakutannya, kekurangan-kekurangannya, kekhawatirannya. Kemudian, ia mulai mencintainya, menerimanya, menggaulinya.. dan ia berkata, “kalau aku membenci kekuranganku, maka aku tidak bisa menerima diriku.”
Selanjutnya ia melihat title ruang ke-2: “Terimalah sesamamu.”
Lalu tiba-tiba saja ia bisa melihat orang-orang yang ia sukai dan tidak ia sukai. Mengherankan.. sang putra mahkota tidak lagi melihat hal yang memalukan pada diri mereka. Dengan berdamai dengan diriku, aku belajar tidak ada satu pun perlu dipersalahkan atau diperdebatkan.
Sebelumnya, ia hanya melihat segalanya berantakan. Sekarang, ia melihat dunia ini cerah, indah, penuh harapan. Aku belajar bahwa dunia ini adalah cermin dari jiwaku. Sesungguhnya apa yang ada di luar adalah pantulan dari kekacauan yang ada di dalam diri.
Maka, serahkanlah kehendak kita. Terimalah kehidupan ini.
Hausnya kita akan kendali, seolah kecanduan untuk mengatur atau mengendalikan, inilah yang membutakan.
Anggapan bahwa kita mampu mengubah dunia, teman-teman dan diri kita, pelan-pelan merampas kerajaan batin kita.
Kebahagiaan kita tergadai oleh dunia, teman-teman, benda-benda yang sebenarnya kita tidak bisa ubah semuanya oleh kita.
Lalu bagaimana dengan potensi kita untuk mengubah atau berubah..?
Kita harus tahu dulu sumber mana yang akan kita ubah. Q.S. Qaaf, ayat 27: Syetan yang menyertainya berkata: “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkan mereka, tapi sesungguhnya mereka sendiri yang berada dalam kesesatan yang jauh.”
Akuilah bahwa sisi gelap diri kita itu 'ada'. Selama kita tidak mengakui sisi gelap ini, kita terampas. Dan wilayah yang terampas itu adalah wilayah ketenangan batin kita.
Kesadaran-kesadaran kita didikte oleh bisikan-bisikan itu. Maka, jadilah pendekar ruhani, yang mau berkehendak menggeser titik-titik kesadaran kita.
Jika kemauan-kemauan atau kehendak-kehendak kita bergeser menjauhkan diri dari rasa kebersatuan kita dengan Tuhan, maka kita bisa menggesernya ke titik berikutnya. Menggeser wilayah batin kita, titik ruhani kita.
Qorin itu jangan diartikan personal. Tapi ada dan bisa menggeser wilayah batin kita. [Lihat penjelasan tentang qorin di bawah.]
Ciri yang telah tergeser wilayah batinnya, gampang lelah fisik padahal yang dikerjakan tidak banyak, itu karena lelah mental. Outputnya, mudah marah, mudah tersinggung, keluarannya destruktif dll. yang sejenis. Itu artinya wilayah batin kita sudah terambil.
Q : Kekurangan kan memang harus diubah, kalau nggak...
A : Kekurangan memang bisa di-improve, tapi dasarnya jangan benci. Mentransformasikan kekurangan menjadi kelebihan hanya bia dilakukan atas dasar cinta. Cintailah kekurangan diri kita, karena bukan tanpa maksud kekurangan itu ada pada diri kita.
Contoh, seorang laki-laki buta berhasil mendapatkan ban hitam olahraga bela diri di Korea, dan akan mendapat penghargaan besar dari pemerintah. Artinya, ia telah berhasil mentransformasikan kekurangannya (kebutaanya) menjadi suatu kelebihan. Dengan tidak meratapi kebutaannya, melainkan menerimanya. Karena bukan tanpa maksud buta-nya itu Tuhan jadikan atas dirinya.
Benci dan takut akan diwujudkan atau terbaca oleh alam menjadi kekurangan yang lebih dalam.
Sebaliknya, cinta mengundang keberkahan untuk lebih berlimpah pada diri kita. Atas dasar cinta, cintailah kekurangan itu; dan atas dasar cinta, transformasikan kekurangan itu menjadi kelebihan.
Q : Bagaimana mengatasi pikiran yang berseliweran. Tidak dipikirkan pun, pikiran-pikiran itu datang sendiri.
A : Kendalikan pikiran kita. Geser perspektif kita akan kejadian itu. Kita bisa pilih: ikut atau tidak ikut pikiran-pikiran yang bermunculan itu. Justru disinilah peran kita sebagai warrior, kesatria.
# Tentang Qorin
Qorin baik, wujudnya atau disebut malaikat.
Qorin tidak baik, wujudnya atau disebut syetan.
Tapi ingat (!) dalam al Quran, qorin itu tidak disebut secara personal---syetan secara personal atau malaikat secara personal. Tetapi bahwa itu ada, ia itu menyatu dengan diri kita, itu adalah sisi baik dan sisi buruk diri kita, yang ada dalam diri kita.
Ilustrasi: Burung rajawali mempunyai kemampuan mendeteksi akan datangnya badai (semacam radar), maka ketika akan terjadi badai ia akan terbang semakin tinggi, so, ketika badai datang, ia berada di atas badai.
Maka manusia pun bisa mendeteksi akan datangnya badai plus bisa mengatasi badai itu. Dengan dialog dalam diri... ketika pikiranku mendorong aku untuk mencari kambing hitam dalam persoalan... tidak, aku tidak mau terlibat.. aku akan berada di atas badai itu.
Cobalah amati gerak pikiran kita, dengan menjadi pengamat, kita bisa mendeteksi dan mengubah badai itu. Manusia bisa mendatangkan dan menghilangkan badai itu.
Qalb ada di wilayah pikiran. Sifatnya bolak-balik, berubah-ubah, datang dan pergi. Dalam khasanah tasawuf masih berada di wilayah luar.
Kesimpulan.. Rebut kembali wilayah batin kita dengan mengarahkan kendali hidup kita dan menerima diri kita. Jadilah pendekar, mudahlah mengubah perspektif.[]
Wilayah batin kita telah dirampas oleh musuh. Cirinya, arah hidup kita tidak lagi kepada Allah.
Kemana fokus perhatian batin kita arahkan, kemana kerajaan batin kita (wilayah yang memberikan kedamaian) telah terampas---yang dicirikan oleh munculnya rasa resah, gelisah, takut, cemas, marah dll.
Ilustrasi.. Seorang raja mengirim putra mahkotanya kepada seorang guru (pertapa). “Untuk dapat menguasai hidup ini,” kata sang pertapa, “ada tiga pintu yang masing-masing tahapnya harus kamu lalui.”
Pintu I, Ubahlah dunia.
Maka sang pangeran pun menyambut pintu ini dengan kegembiraan, karena ini adalah tantangan yang disukainya. Maka ia pun berjibaku untuk mengubah dunia ini.
Setelah lama, kembalilah ia kepada sang guru. Guru bertanya, “Apa yang engkau pelajari?” Pangeran menjawab, “Bapak, aku belajar ada yang bisa dilakukan dengan kemampuanku dan ada yang tidak bisa dilakukan dengan ketidakmampuanku.” Guru: “Bagus, sekarang masuklah ke pintu yang kedua.”
Pintu II, Ubahlah sesamamu.
Pangeran pun kembali terjun dan berjuang, lalu kembali pada sang guru. Guru: “Apa yang engkau pelajari?” Pangeran menjawab, “Aku belajar bahwa ada orang-orang yang pro, sepaham denganku, dan ada yang kontra, tidak sepaham denganku.” Guru: “Bagus, selanjutnya pintu yang ketiga.”
Pintu III, Ubahlah dirimu.
“Jika memang diriku adalah sumber semua permasalahanku, maka aku akan berusaha mengubahnya,” kata sang pangeran. Kemudian pergilah ia untuk akhirnya kembali lagi. Guru: “Apa yang kau pelajari?”
Pangeran menjawab, “Aku belajar bahwa ada hal-hal di dalam diriku yang bisa ditingkatkan dan ada hal-hal di dalam diriku yang tidak bisa ditingkatkan. Ada hal-hal yang bisa diubah dan ada hal-hal yang tidak bisa diubah.”
Kemudian kata pangeran lagi, “Tapi saya mulai lelah bertarung, melawan dunia, melawan semuanya, melawan diri saya.”
Guru: “Maka itulah pelajaran selanjutnya.” Lalu sang guru menghilang, dan tiba-tiba sang pangeran melihat pintu I dan terpampang tulisan di atasnya: “Terimalah dirimu.” Yang mana dahulu ketika dengan semangatnya ia memasuki pintu itu, ia tidak melihatnya.
Kemudian tiba-tiba saja ia melihat, betapa bertebaran di atas tanah, semua yang dicampakkannya: ketakutannya, kekurangan-kekurangannya, kekhawatirannya. Kemudian, ia mulai mencintainya, menerimanya, menggaulinya.. dan ia berkata, “kalau aku membenci kekuranganku, maka aku tidak bisa menerima diriku.”
Selanjutnya ia melihat title ruang ke-2: “Terimalah sesamamu.”
Lalu tiba-tiba saja ia bisa melihat orang-orang yang ia sukai dan tidak ia sukai. Mengherankan.. sang putra mahkota tidak lagi melihat hal yang memalukan pada diri mereka. Dengan berdamai dengan diriku, aku belajar tidak ada satu pun perlu dipersalahkan atau diperdebatkan.
Sebelumnya, ia hanya melihat segalanya berantakan. Sekarang, ia melihat dunia ini cerah, indah, penuh harapan. Aku belajar bahwa dunia ini adalah cermin dari jiwaku. Sesungguhnya apa yang ada di luar adalah pantulan dari kekacauan yang ada di dalam diri.
Maka, serahkanlah kehendak kita. Terimalah kehidupan ini.
#
Hausnya kita akan kendali, seolah kecanduan untuk mengatur atau mengendalikan, inilah yang membutakan.
Anggapan bahwa kita mampu mengubah dunia, teman-teman dan diri kita, pelan-pelan merampas kerajaan batin kita.
Kebahagiaan kita tergadai oleh dunia, teman-teman, benda-benda yang sebenarnya kita tidak bisa ubah semuanya oleh kita.
Lalu bagaimana dengan potensi kita untuk mengubah atau berubah..?
Kita harus tahu dulu sumber mana yang akan kita ubah. Q.S. Qaaf, ayat 27: Syetan yang menyertainya berkata: “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkan mereka, tapi sesungguhnya mereka sendiri yang berada dalam kesesatan yang jauh.”
Akuilah bahwa sisi gelap diri kita itu 'ada'. Selama kita tidak mengakui sisi gelap ini, kita terampas. Dan wilayah yang terampas itu adalah wilayah ketenangan batin kita.
Kesadaran-kesadaran kita didikte oleh bisikan-bisikan itu. Maka, jadilah pendekar ruhani, yang mau berkehendak menggeser titik-titik kesadaran kita.
Jika kemauan-kemauan atau kehendak-kehendak kita bergeser menjauhkan diri dari rasa kebersatuan kita dengan Tuhan, maka kita bisa menggesernya ke titik berikutnya. Menggeser wilayah batin kita, titik ruhani kita.
Qorin itu jangan diartikan personal. Tapi ada dan bisa menggeser wilayah batin kita. [Lihat penjelasan tentang qorin di bawah.]
Ciri yang telah tergeser wilayah batinnya, gampang lelah fisik padahal yang dikerjakan tidak banyak, itu karena lelah mental. Outputnya, mudah marah, mudah tersinggung, keluarannya destruktif dll. yang sejenis. Itu artinya wilayah batin kita sudah terambil.
Q : Kekurangan kan memang harus diubah, kalau nggak...
A : Kekurangan memang bisa di-improve, tapi dasarnya jangan benci. Mentransformasikan kekurangan menjadi kelebihan hanya bia dilakukan atas dasar cinta. Cintailah kekurangan diri kita, karena bukan tanpa maksud kekurangan itu ada pada diri kita.
Contoh, seorang laki-laki buta berhasil mendapatkan ban hitam olahraga bela diri di Korea, dan akan mendapat penghargaan besar dari pemerintah. Artinya, ia telah berhasil mentransformasikan kekurangannya (kebutaanya) menjadi suatu kelebihan. Dengan tidak meratapi kebutaannya, melainkan menerimanya. Karena bukan tanpa maksud buta-nya itu Tuhan jadikan atas dirinya.
Benci dan takut akan diwujudkan atau terbaca oleh alam menjadi kekurangan yang lebih dalam.
Sebaliknya, cinta mengundang keberkahan untuk lebih berlimpah pada diri kita. Atas dasar cinta, cintailah kekurangan itu; dan atas dasar cinta, transformasikan kekurangan itu menjadi kelebihan.
Q : Bagaimana mengatasi pikiran yang berseliweran. Tidak dipikirkan pun, pikiran-pikiran itu datang sendiri.
A : Kendalikan pikiran kita. Geser perspektif kita akan kejadian itu. Kita bisa pilih: ikut atau tidak ikut pikiran-pikiran yang bermunculan itu. Justru disinilah peran kita sebagai warrior, kesatria.
# Tentang Qorin
Qorin baik, wujudnya atau disebut malaikat.
Qorin tidak baik, wujudnya atau disebut syetan.
Tapi ingat (!) dalam al Quran, qorin itu tidak disebut secara personal---syetan secara personal atau malaikat secara personal. Tetapi bahwa itu ada, ia itu menyatu dengan diri kita, itu adalah sisi baik dan sisi buruk diri kita, yang ada dalam diri kita.
Ilustrasi: Burung rajawali mempunyai kemampuan mendeteksi akan datangnya badai (semacam radar), maka ketika akan terjadi badai ia akan terbang semakin tinggi, so, ketika badai datang, ia berada di atas badai.
Maka manusia pun bisa mendeteksi akan datangnya badai plus bisa mengatasi badai itu. Dengan dialog dalam diri... ketika pikiranku mendorong aku untuk mencari kambing hitam dalam persoalan... tidak, aku tidak mau terlibat.. aku akan berada di atas badai itu.
Cobalah amati gerak pikiran kita, dengan menjadi pengamat, kita bisa mendeteksi dan mengubah badai itu. Manusia bisa mendatangkan dan menghilangkan badai itu.
Qalb ada di wilayah pikiran. Sifatnya bolak-balik, berubah-ubah, datang dan pergi. Dalam khasanah tasawuf masih berada di wilayah luar.
Kesimpulan.. Rebut kembali wilayah batin kita dengan mengarahkan kendali hidup kita dan menerima diri kita. Jadilah pendekar, mudahlah mengubah perspektif.[]