Annemarie Schimmel
Tetapi jika orang bertanya bagaimana setan bisa mendekati Nabi--sebuah hadits menyatakan bahwa "Setan lari dari bayangan 'Umar" (ibn Al-Khaththab, khalifah kedua)--Maulana Jalaluddin Rumi lagi-lagi menjawab: "Muhammad adalah sebuah samudera, sedangkan 'Umar sebuah cangkir. Kita tidak melindungi samudera dari air ludah anjing, sebab samudera tidak akan cemar hanya oleh mulut anjing, sedangkan sebuah cangkir akan tercemar; sebab isi sebuah benda yang kecil akan berubah menjadi buruk akibat jilatan seekor anjing". Dengan demikian, apa pun yang tampaknya merupakan materi tidak suci" yang menyentuh Nabi, tidak akan mengubah kesucian pribadinya yang bagaikan samudera.
Ketika Syamsuddin Tabriz bertanya mengapa Abu Yazid Al-Busthami, yang berseru Subhani, "Mahasuci daku!" tidak lebih besar dari Muhammad saw, yang mengakui kepada Tuhan bahwa "kami tidak mengenal-Mu sebagaimana seharusnya", Maulana Jalaluddin Rumi menjawab bahwa Abu Yazid telah berhenti pada suatu tahap di mana dia menganggap dirinya dipenuhi Tuhan, sedangkan Nabi saw "semakin melihat setiap hari dan semakin mendekati Tuhan, dan sadar bahwa tidak ada seorang pun yang bisa mengukur kebesaran Tuhan."
[dicopas dari dinding fb pak Al]
Tetapi jika orang bertanya bagaimana setan bisa mendekati Nabi--sebuah hadits menyatakan bahwa "Setan lari dari bayangan 'Umar" (ibn Al-Khaththab, khalifah kedua)--Maulana Jalaluddin Rumi lagi-lagi menjawab: "Muhammad adalah sebuah samudera, sedangkan 'Umar sebuah cangkir. Kita tidak melindungi samudera dari air ludah anjing, sebab samudera tidak akan cemar hanya oleh mulut anjing, sedangkan sebuah cangkir akan tercemar; sebab isi sebuah benda yang kecil akan berubah menjadi buruk akibat jilatan seekor anjing". Dengan demikian, apa pun yang tampaknya merupakan materi tidak suci" yang menyentuh Nabi, tidak akan mengubah kesucian pribadinya yang bagaikan samudera.
Ketika Syamsuddin Tabriz bertanya mengapa Abu Yazid Al-Busthami, yang berseru Subhani, "Mahasuci daku!" tidak lebih besar dari Muhammad saw, yang mengakui kepada Tuhan bahwa "kami tidak mengenal-Mu sebagaimana seharusnya", Maulana Jalaluddin Rumi menjawab bahwa Abu Yazid telah berhenti pada suatu tahap di mana dia menganggap dirinya dipenuhi Tuhan, sedangkan Nabi saw "semakin melihat setiap hari dan semakin mendekati Tuhan, dan sadar bahwa tidak ada seorang pun yang bisa mengukur kebesaran Tuhan."
[dicopas dari dinding fb pak Al]