Pembicara:
Anggito
(Bagian
pertama dari 4 tulisan. Materi lainnya: (2) Memakmurkan Diri, (3)
Mengamati Pikiran, (4) Belajar Memahami Kehidupan.)
Manusia
terjaga tapi tidak sadar.
Kesadaran
fisik, seseorang merasa sadar ketika dalam keadaan jaga, dalam hal
ini kesadaran seolah didominasi oleh panca indera.
Bagaimana
agar orang tetap sadar, tidak kehilangan kesempatan untuk menghayati
setiap saat yang terjadi. Moment to moment, untuk setiap hal
yang terjadi, dan meninggalkan jejak pada ingatan.
Misal,
bernapas, bagaimana orang bisa menyadari bahwa bernapas terjadi pada
saat terjaga dan tidak terjaga. Yang artinya, kesadaran seseorang itu
tidak didominasi oleh panca indera saja.
Apakah
engkau menyadari ketika engkau sedang makan?
Apakah
engkau menyadari ketika engkau sedang berjalan?
Ternyata
tidak. Pikiran kita kemana-mana. Ternyata kita kehilangan moment.
Tidakkah
kau sadari bahwa di setiap napasmu itu kau mengecap setiap makanan.
Ingat,
rasa syukur bisa hilang karena kita tidak sadar.
Ketika
kita mencoba sadar pada setiap menit/setiap detik yang kita lakukan,
dengan itulah kita mencoba mendisiplinkan pikiran. Misal,
Jika
ketika shalat kita sadari setiap ayat yang dibaca, setiap gerakan
yang dikerjakan dst.
Jika
ketika melihat orang yang kekurangan, setiap jengkal hati diisi
dengan belas kasih.
Sadar
itu harus disengaja.
Kesadaran
dengan panca indera,
Saya
sadar ketika melihat pemandangan karena kesadaran penglihatan
berfungsi.
Saya
sadar ketika merasakan hembusan angin karena kesadaran peraba
berfungsi.
Ketika
mimpi, kita sadar melihat kucing, tapi kesadaran penglihatan tidak
berfungsi.
Ketika
mendengar suara musik yang indah, suara adalah fenomena, telinga
adalah sarana, mendengar adalah substansi. Yang mendengar itu bukan
telinga, telinga itu sarana, bedakan dengan mendengar yang dikerjakan
oleh jiwa.
Saya
bisa mendengar suara Tuhan tanpa telinga. Saya bisa melihat Tuhan
tanpa mata.
Manusia
itu harus sadar akan jiwanya. Harus belajar sadar. Peningkatan
kesadaran tidak mungkin terjadi tanpa tubuh fisik. Ada 3 cara untuk
belajar sadar, (1) bernapas dengan sadar (2) menjadi pengamat bagi
diri sendiri (3) mempertahankan sikap sadar dengan tersenyum. Ketiga
cara itu mengarah pada mendisiplinkan pikiran agar tidak mengarah
kemana-mana.
Ad.
1 Bernapas dengan sadar. Napas adalah inti.
Ketika
marah, napas memburu. Tenangkan, napas mereda, pikiran tenang.
Anda
masih berjiwa ketika Anda bernapas. Kesadaran bernapas adalah titik
awal.
Belajar
menghayati napas, menjadi terlatih untuk tidak tertarik pada salah
satu dari dua kutub: terlalu bahagia, napas memburu; terlalu marah
juga napas memburu. Tidak tertarik pada salah satu dari dua kutub,
artinya menjadi jiwa yang tenang.
Ad.
2 Menjadi pengamat bagi diri sendiri.
Ketika
berjalan di sawah. Katakan bahwa saya sedang berjalan di sawah.
Ketika
sedih, kita sadar bahwa kita sedang sedih. Artinya, kita berada di
luar kesedihan itu.
Napas
dikendalikan, dipusatkan, perhatikan napas Anda, tenang, pikiran
terkontrol, kesedihan disadari (terkontrol), tidak terjebak dalam
dualitas dua kutub (senang-sedih).
Ketika
melewati jalan macet, disadari, dihayati, dinikmati. Tanpa kita
terpengaruh (larut) dalam dualitas dua kutub (macet dan tidak macet).
Macet
dan tidak macet adalah dua kutub. Pikiran bisa secara sadar untuk
memilih macet atau memilih tidak macet (dengan berangkat lebih pagi).
Ad.
3 Mempertahankan sikap sadar dengan tersenyum.
Supaya
ia meninggalkan jejak pada ingatan, maka perbuatan kesadaran yang
kita lakukan itu harus punya identitas, yaitu dengan
tersenyum. Tersenyumlah ketika bangun tidur, pertahankan sampai sore.
Tersenyum
pada orang yang menjengkelkan kita, artinya kita tidak terikat pada
orang itu. Kita tidak terpengaruh oleh perbuatannya. Kita tidak
terjebak pada dualitas itu (jengkel-tidak jengkel). Kita sadar,
merdeka.
Melihat
kucing yang mencuri lauk kita, tersenyum, hmm.. kucing itu sudah
menjalankan tugasnya dengan baik. (Kitanya yang lengah.) :)
#
Pada
pikiran, ada kesadaran rasional yang berpusat di otak.
Pada
perasaan, ada kesadaran qalbu yang berpusat di dada.
Apakah
kesadaran bisa menemukan kebenaran?
Kebenaran
ilmu pengetahuan menggunakan kesadaran pikiran.
Kesadaran
agama menggunakan kesadaran moral.
#
Banyak
orang bertanya tentang poligami.
Dari
segi spiritual, saya tidak boleh mengomentari perbuatan orang.
Berusaha
mencari jawaban, dan menemukan.. Manusia, senang memanipulasi
pikirannya. Tahu mana yang benar/salah, tapi mengatasnamakan agama
untuk membenarkan perbuatannya. Dari sudut fiqih, mungkin dibenarkan,
tapi dengan syarat tertentu. (!) Bahkan dari sudut fiqih, hal ini
menjadi perbincangan yang tidak ada selesainya.
Tapi,
ingat.. Jangan pernah melukai hati perempuan. Ingatkah engkau akan
satu organ di mana Allah melekatkan (menitipkan) cinta-Nya di dalam
rahim (rahim = kasih sayang). Allah pun sangat memuliakan
perempuan. Maka ketika melukai hati seorang perempuan, ingatlah
kamu pada ibumu.
#
Manusia
itu harus sadar akan jiwanya. Peningkatan kesadaran tidak mungkin
terjadi tanpa tubuh fisik. Jiwa tidak bisa matang (maju) tanpa tubuh
fisik. Misal, makan berlebihan, membebani fisik. Makan yang baik,
memelihara fisik.
Fisik
umurnya sepanjang dunia, selanjutnya akan hancur dimakan bumi.
Jiwa
umurnya abadi, everlasting.
Pekerjaan
mengingat adalah fungsi pikir. Tapi ia adalah pekerjaan
fisik, yaitu otak.
Misal,
saya sakit hati. Ingin membalas tapi tidak ada waktu. Seakan-akan
hilang, tapi sesungguhnya tidak pernah hilang. Ia tetap ada, suatu
saat akan muncul, dalam bentuk apapun.
Pikiran
adalah energi. Energi tidak pernah hilang, hanya berubah bentuk.
Belajar sadar adalah mendisiplinkan pikiran.
Pada
saat sakaratul maut, tubuh/otak (fisik) berhenti berfungsi. Maka
semua yang ada/pernah muncul, dimunculkan kembali, semua. Maka,
jangan pernah berpikiran buruk, benci, dll. (Agar khusnul khatimah
pada saat sakaratul maut.)
#
Apakah
ambisi Anda menunggangi pikiran. Apakah ambisi Anda untuk
kesombongan. Itu semua permainan pikiran.
Ambisi
itu baik, asal tidak melampaui kemampuan Anda. Atau misal seberapa
besar ego mendominasi dalam ambisi ini. Apakah misal saya siaran di
radio ini untuk tujuan tertentu, misal untuk mencapai posisi
tertentu, di situ ego yang masih mendominasi.
Belajar
sadar artinya kita menjadi tuan dalam pikiran kita sendiri. Pikiran
sangat diperlukan, tapi tidak pernah boleh mengendalikan hidup kita.
Hidup
selalu ada dualitas, baik-buruk, bagus-jelek, panas-dingin, dsb.
Dengan menjadi sadar (belajar sadar), kita tidak akan terjebak pada
dualitas itu.
[]