Allah adalah Sumber

Oleh: Danarto, dalam Gerak-gerik Allah: Sejumput Hikmah Spiritual. Bab I Allah, Sifat, Ampunan dan Hari Kiamat. Risalah Gusti, 1996

Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikahi karena Allah, maka sempurnalah imannya. 
--Nabi Muhammad Saw.

Juga langkah kita, makan minum, dan bernafas kita karena Allah semata. Allah adalah awal, sebelum awal itu memulai menggelar dirinya. Allah adalah akhir, ketika yang akhir itu menggulung dirinya. Allah tegak sendirian, ketika semuanya telah bangkrut. Allah adalah sumber kehidupan alam semesta. Ketika Allah mulai mencipta kehidupan di bumi---bagian kehidupan yang terkecil atau bagian kehidupan yang tak ada artinya apa-apa bila dibanding alam semesta---muncullah makhluk manusia, yaitu diri kita ini. Kita menjadi makhluk yang tak mungkin dipisahkan dari Tuhan Semesta Alam. Itulah sebabnya setiap kita memulai suatu aktivitas selalu menyebut bismillahirrahmanirrahim.

Nyawa kita bergantung pada Allah. Seluruh hidup kita hanya mungkin berkembang dan memperoleh keselamatan ketika kita tetap bertumpu pada pengayoman Allah. Jika kita telah mencapai kesempurnaan iman, maka tidak ada yang perlu kita khawatirkan lagi. Baik buruk, gagal sukses, lancar seret hasil pekerjaan kita, kita serahkan penilaiannya kepada Tuhan. Kesempurnaan kerja melahirkan kesempurnaan iman, sedang kesempurnaan iman melahirkan kesempurnaan kerja. Apa yang tampak di luar, hasil pancaran yang di dalam, sedang apa yang terpancar dari dalam, merupakan rekaman yang di luar. Seluruh amal bakti menyatu menjadi ibadat. Dan tak ada gerak sekecil apapun dari aktivitas kita kecuali demi Allah.

Dada lapang, hati gembira, jiwa damai, pikiran tenang, langkah mantap, adalah nilai final bagi seorang Muslim yang telah mencapai suatu pengertian akan jalinan hubungan hamba-Allah. Untuk mencapai hubungan itu, kita senantiasa berdzikir menyebut Asma Allah. Ketika kita mantap untuk melaksanakan suatu keputusan, kita ingat Allah yang kita harapkan memberi berkah-Nya. Akhirnya ketahuan bahwa usaha hidup kita sehari-hari adalah menjalin hubungan dengan Tuhan tetap utuh, dekat, dan menyenangkan.

"Semoga Engkau meridhai, ya Allah," begitu gumam doa kita. Nah, tak ada kecemasan lagi dalam kerja kita. Hadis riwayat Abu Daud di atas dapat menyimpulkan bahwa semua sepak-terjang kita adalah ibadat kita.